Buruh dan riwayat penindasan serta perlawanannya




Oleh : Tombo Ati.


    Buruh merupakan pekerjaan yang menjadi kunci dalam pembangunan ekonomi dan pendapatan Negara. Dimana Buruh dengan kinerjanya menjadi kunci inti dari proses produksi sebuah perusahaan yang nantinya secara jelas mempengaruhi tinggi rendahnya PDB sebuah Negara. Tidak hanya buruh pabrik yang menjadi lokomotif dan bahan bakar utama dalam membangun Industrialisasi di zaman modern ini, buruh Tani pun demikian, melalui kinerjanya, para Tuan tanah dapat memperoleh penghasilan dan hasil panen yang berlimpah serta Negara mampu meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan. Kedua pekerjaan yang dalam satu generalisisr buruh ini memang diminati dan dilakoni banyak manusia 5 Milliar lebih menurut data World Bank di dunia

Dengan jumlah yang begitu signifikan tentu buruh seharusnya menjadi pekerjaan ring pertama yang harus diperhatikan. Dan diberi kebebasa dan jaminan hak nya. Baik melalui kebebasan perpendapat dan berkelompok atau jaminan kesehatan melalui Undang Undang ketenaga kerjaan. Tapi sebenarnya buruh juga memiliki sejarah panjang dan pergerakannya. Buruh sendiri lahir secara alami hadri bersamaan dengan revolusi Industri yang dipelopori oleh Luther king dan Robert malthus, dalam buku para penggerak revolusi, pada abad ke 19 saat permulaan revolusi Industri gelombang migrasi besar besaran masyarakat ke London guna mengadu nasib menjadi pegawai pabrik atau buruh. Hal ini  juga menjadi penanda runtuhnya system Feodalisme dalam revolusi agrarian atau dalam produksi. Dimana dulu para squire dan Rohaniawan merupakan para penguasa, dan Thenants atau Serfs hanya penyewa tanah yang harus membayar upeti pada Lord (santoso. 2017). Sejak revolusi Industri inilah kemudian setiap manusia bias menjadi capital, mengakumulasi modal dan mendominasi. Hal ini yang menciptakan kesempatan bagi setiap idividu untuk bekerja pada Industri industry capital. Hal ini juga yang menciptakan stigma pada Marx yang ditulisnya bersama Engels berjudul Manifesto Partai Komunis (1848) bahwa dengan adanya bisnis capital menciptakan peleburan status feudal, tuan tanah, rohaniawan, petani, dan penyewa tanah, budak dan lain lain mkenjadi golongan yang saling berhadap hadapan yakni proletar dan Borjuis.

Perubahan Serfs menjadi seorang buruh tidak serta merta  menciptakan kesejahteraan. Ini merupakan babak baru dalam penindasan. Dalam Maha karya Besarnya Marx (das Kapital, 1867) menyebutkan bahwa dalam sebuah industry, proses produksi mengenal konsep nilai lebih. Nilai lebih ini yang bagi Marx merupakan kunci dari pengembangan keuntungan bagi para pemodal. Nilai lebih ini adalah nilai plus dari perubahan sebalok kayu yang berharga anggap saja 4 dolar menjadi kursi yang berharga 60 dollar. Nilai lebih hanya bisa didapat dari kinerja Buruh Pabrik. Manusia manusia lah yang merubah balok kayu tersebut. Sedang bagaimana nasib pekerja, kita mengenal UMK atau upah yang diakumulasi secara rata rata biaya hidup seseorang dalam satu bulan, sedang pada masa itu jam kerja masih 12 jam, manusia diperas dan diberi gaji hanya untuk dia tetap bertahan hidup agar tetap bias diperas tenaganya oleh capital capital. Mereka (Buruh) tak pernah benar benar merasakan hasil kinerjanya dan aktualisasi diri dalam bekerja.
Hal ini bukanlah tanpa perlawanan, perlawanan paling kentara pertama dilakukan oleh William Godwin di Londen pada Tahun 1793 yang ditulis oleh Plekhanov (Sosialisme Utopian, 1956) tentang pemikiran dasar kejahatan materialistic. Pada tahun 1818 kemiskinan melanda dan para buruh tak mendapatkan hak mereka, sehingga para buruh tani membakar produksi pangan, dan para buruh Pabrik merusak mesin produksi. Berlanjut pada Tahun 1880, Owen seorang pengusaha atau pemilik Perusahaan Pemintal Klanark, melalui Pabriknya itu Ia mungkin menjadi orang pertama yang melakukan pemotongan Jam kerja menjadi 10,5 jam dan melakukan pemertahanan kaum miskin dalam pabriknya saat produksi tersendat akibat kurangnya bahan mentah.

Tidak hanya di eropa, tepat 6 tahun setelah tindakan owen tersebut di Amerika pada tanggal 1 mei 1886 sertikat setidaknya 300.000 pekerja melakukan aksi pemogokan untuk menuntut hak hak mereka. Salah satu tuntutan mereka adalah diberlakukannya jam kerja 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung 4 hari lamanya, para pekerja yang tergabung dalam Haymarket ini mulanya melakukan aksi damai hingga akhirnya pada tanggal 3 mei terjadi bentrokan dengan aparatdi reaper Works. Dan kemudian hari tersebut diperingati sebagai hari buruh setelah konferensi di Paris oleh The Internasional socialist pada 1890.

Bagaimana dengan Indonesia?
Salah satu aksi besar buruh di Indonesia pada awal adalah Pemberontakan Prambanan dan aksi mogok buruh pada 1923 dilakukan oleh buruh dan anggota Partai Komunis Indonesia yang mendesak pada pemerintah Kolonial Belanda. Meski aksi itu berujung pada penangkapan Alimin, Muso dan Semaun. Dan berujung pada keluarnya Tan malaka pada 1926 dari Partai Komunis Indonesia atas ketidak sepakatannya pada ketrburu buruannya pelaksanaan aksi tersebut. Perlawanan dan tututan buruh berlanjut meski paska kemerdekaan Indonesia, terlebih berlangsung pada 1 Meri yang dikenal juga sebagai hari buruh Internasional. Perlawanan buruh dan hari buruh pada mulanya didukung pemerintah Indoensia yang dipimpin Ir. Soekarno kala itu, dilansir Kompas bahwa Soekarno juga acap kali hadir dalam peringatan dan Ia juga mengatakan bahwa Hari buruh merupakan Politieke Toestand dan Machtsvorming bagi buruh.

Sementara di era Soeharto Hari buruh diidentikan dengan Komunisme, sehingga melalui propaganda G30S PKI yang menjadi kenangan pahit bangsa Soeharto melarang pengadaan hari buruh. Tidak sampai disitu bahkan praktik praktik Soeharto dan Cendana menurut Hill (2017) adalah praktik Kapitalisasi Negara. Hal ini semakin memperburuk Nasib buruh dan kian dibungkam. Dan nasib buruh dalam serikat pekerja Indonesia dianggap dekat dengan Awaloedin selaku mentri ketenaga kerjaan, sehingga tidak Independen dalam mengakomodir suara buruh. Hal ini bertahan Hingga pada masa reformasi, Puncaknya Pada masa SBY, buruh kembali menuntut revisi Undang Undang Ketenaga kerjaan dan menjadikan hari buruh sebagai hari libur nasinal, semuanya membuahkan hasil.

Meski demikian, itu tak menjadi patokan kesejahteraan, pasalnya tetap saja hingga kini banyak sekali kasus kasus Perusahaan yang tetap tidak melakukan perintah konstitusi. Tak ayal nama nama kondang macam Marsinah, dan lain lain. Pembunuhan, jam kerja yang berlebihan dan tidak adanya jaminan keselamatan oleh pabrik pabrik masih acap kali terjadi. Kasus Aice misalnya, yang telah terkenal dengan upah dibawah minimum, keguguran wanita hamil akibat jam kerja over, dan PHK sepihak, di jawa timur ada PT. Sumber bening Lestari, damai sukses Indo, PT Modern sevel, PT. Selaras busana dan masih banyak lainnya. Terlebih dalam kondisi pandemic, menurut CNN Indonesia sekitar 2 juta lebih buruh diPHK bahkan sebagian besar tanpa pesangon. Naasnya ditengah tengah penindasan dan krisis, Pemerintah malah mengundangkan RUU Cipat Kerja yang didalamnya penuh dengan kontroversi yang menguntungkan investor dan merugikan pekerja. Meski kluster ketenaga kerjaan resmi ditunda pembahasannya, tapi penundaan bukan berarti penggagalan, serta masih banyak pasal pasal yang merugikan Janda, lingkungan dan memanjakan Investor.

Negara ini milik Rakyat atau Investor DODOL!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Benarkah Nalar Membunuh Tuhan Jilid 1

Bisakah Kita bertahan Hidup tanbpa pekerjaan di masa depan?

Moneytheisme Bagian 1 (Lahirnya agama mayoritas)