Benarkah Nalar Membunuh Tuhan Jilid 1

 


Penulis : Tombo Ati

Perdebatan sains dan agama sejatinya telah berlangsung sejak lama. Keduanya berebut lahan untuk saling menunjukkan siapa yang mampu menjadi juru selamat bagi umat manusia. Atau setidaknya menjadi pembawa kunci bagi pembukti kebenaran semesta ini. Dalam sejarah perkembangannya skeptisme mencuat dalam argumentasi yang kuat pada mulanya pada masa Yunani Kuno tepatnya Pra Socrates. Diantara tokoh tokoh kawakan yang mengikuti aliran filsafat ini adalah Heraclitos dan Xenophanes, meski kala itu orang orang skeptis menggunakan aliran ini hanya untuk mempertajam konsep berpikir kritis mereka. Mereka tak menggunakan skeptisme sebagai alat untuk mempertanyakan kebenaran mutlak Tuhan atau Dewa dewa dan agama.

Seiring berjalannya peradaban dan munculnya agama agama abrahamistik menjadikan dominasi agama menjadi sangat dan bahkan terlalu kuat. Kemunculan monotheis besar yang sering disebut asebagai agama abrahamistik ini mula mulanya dibawa oleh para kafilah yang berkebangsaan Kanaan dimana kafilah kafilah ini kemudian bermukim di dataran arab. Tokoh semi ilmiyah seperti abraham dan anak anaknya kemudian hari mulai menyebarkan agama monotheisme cikal bakal agama yahudi modern. Sejak saat itu agama agama yang dikembangkan bangsa yahudi terus berkembang dan mendominasi wahana cakrawala pencarian kebenaran selama berabad abad.  Para cenayang dan pendeta bahkan merangkap profesi sebagai dokter, psikolog, dan bahkan penasehat militer. Bangsa romawi misalnya meski pada mulanya menolak keras kaum kristiani tapi pada akhirnya romawi mampu didominasi oleh kekuatan gereja gereja katolik bahkan setelah munculnya keraisaran kekaisaran baru yang tak kalah digdayanya macam bizantium, britania dan perancis pada abad pertengahan kekuatan Gereja masih terus mendominasi, bahkan para uskup tak jarang merangkap jabatan menjadi pejabat kerajaan.

Agama dan seperangkat ajarannya menjadi solusi tunggal bagi peradaban manusia selama beradab abad. Para pemuka agama menjadi tokoh yang bukan main main kekuasaanya. Meski begitu tak lantas agama berpuas diri pada ajaran ajaran literer kitab suci dalam menghadapi perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat baik kebutuhan berpikir. Ditandai dengan diliriknya filsafat dalam pengembangan ilmu teologi hingga berkembang pada ranah sains dan bidang ilmu di luar teologi semata. Sebut saja ada Anselmus dari Catenbury yang menjadi tonggak pemikiran defensive akan pertanyaan pertanyaan manusia yang mulai tergelitik untuk mengusik kursi nyaman agama yang sudah berabad abad seakan tak terentuh oleh pemikiran kontradiktif. Di dunia Islam tokoh tokoh cendikiawan mulai muncul pada masa akhir Dinasti Abasiyah. Sebenarnya di dunia Islam filsafat sudah digandeng oleh agamawan agamawan sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, hal ini terbukti dari banyaknya cabang cabang aliran teologi dalam Islam pada tahun tahun pertama pasca kematian Nabi. Kita bahkan akan dibuat tercengang dengan kemampuan perpaduan Teologi Islam dengan Filsafat Dertiminisme yang menjadi wajah ketauhidan golongan mu’tazilah ini. Pada millennium setelah perang antar golongan dalam tubuh islam muncul tokoh tokoh besar cendikiawan macam Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibnu Haytam, Al Ghazali, Al farabbi dan banyak yang lainnya. Pesatnya peradaban Islam pada abad pertengah tidak jauh dari factor mampunya para agamawan menurunkan egonya guna mencari dan memadukan pengetahuan di luar Naskah Leterlek.

Kebangkitan Sains yang terkubur Bersama kenangan Athena Yunani dimulai tepat saat Muslim mulai meninggalkan filsafat dan barat mulai mempelajarinya. Titik yang oleh Magnis Suseno disebut sebagai titik balik dari paradigma Theosentris menuju Antroposentris. Singkatnya jatuhnya kekuasaan Paus dalam kekuasaan kekaisaran jerman pada abad 16 dan lahirnya tokoh tokoh yang mulai enggan mencari jawaban tentang segala hal pada Kitab suci dan lebih memilih nalar menjadi tonggak sejarah cikal bakal Renaissance  atau kelahiran Kembali pemikiran pemikiran filsafat Yunani klasik. Gelombang modernisas yang mencangkup di dalamnya modernisasi pola pikir semakin menguat pada abad ke 17. Peristiwa ini oleh filusuf dan ilmuwan pada zaman itu disebut sebagai Angkatan Aufklarung yang dalam Bahasa Indonesia juga disebut “fajar akal budi”. Emanuel Kant (1724-1802) mengatakan bahwa pencerahan adalah keluarnya seorang dari ketidak dewasaan yang disebabkan oleh dirinya sendiri, ketidak dewasaan adalah ketidak mampuan seseorang untuk berpikir sendiri tanpa tuntunan dari orang lain. Setelah itu agama dalam dunia intelektual tidak lagi menjadi pokok kebenaran melainkan hanya sebatas ritus spiritual dan kajian kajian moral. Tokoh tokoh skeptis dan atheis pada abad abad selanjutnya terus habis habisan mengkritik dan menyatakan ketidak layakan agama untuk dipertahankan seseorang. Tuhan hanya sebagai lambing fiksi yang ditolak kebenarannya atau bahkan aneh bila seseorang tetap mempercayai Tuhan sedang tak ada fakta untuk membuktikan kewujudannya, kritik tajam terus dating dengan deras tentang agama dan Tuhan sebagai sesuatu hal yang tak layak dipercaya karena tak sesuai kaidah nalar dan logika.

Menelusuri Jejak Tuhan

Sepaska bangkitnya skeptisme dan merebaknya filsafat rasionalisme yang dibawa oleh Kant, Thomas Auqenas, dan Renne descartes yang kemudian terus melahirkan tokoh tokoh yang dengan keras menolak Agama sebagai solusi bahkan diantaranya menyebut agama sebagai penyakit kejiwaan yang untuk lepas darinya manusia musti membunuh Tuhan. Kritik dan pertanyaan pertanyaan mengandung tantangan itu memang harusnya dijawab oleh orang orang yang memutuskan beragama, tentunya dengan jawaban yang sesuai nalar bukan hanya menganut teks Kitab suci secara buta. Karena kebenaran yang kita ambil dari Kitab suci itu hanya berlaku (baca: dipercaya) oleh orang yang juga mengimaninya. Seperti saat kita menjelaskan apakah Tuhan itu satu atau banyak? Kemudian kita menjawab satu karena dalam kitab kitab suci Abrahamistik disebutkan satu. Orang orang yang mengimani agama agama Monotheis akan mengakui kebenaran yang kita kemukakan dari sumber kitab suci tersebut tetapi bagaimana dengan orang yang beragama politeisme? Di kitab suci mereka menyatakan dewa memang banyak dan bukan satu. Perdebatan yang menggunakan acuan kitab suci secara total seperti ini tidak akan menemukan titik temu. Maka untuk menghindari kejadian macam itu, eloknya memang kita menjawab pertanyaan pertanyaan tentang bisakah Tuhan dibuktikan itu dengan acuan nalar meski pada akhirnya kita tetap menggunakan landasan Kitab suci.

Pada dasarnya saya akan mengakui jika sampai akhir pada Tulisan ini saya tidak bisa membuat anda secara mata telanjang melihat Tuhan, atau saya juga tidak bisa memberi anda alamat di jalan mana atau di blok berapa anda akan bisa bertemu dengan Tuhan. Tapi setidaknya saya akan memberikan bukti bahwa kepercayaan pada Tuhan bukanlah suatu argument serampangan dan halusinasi serta setidaknya hal hal di semesta ini akan lebih masuk akal bila Tuhan itu ada. Pertama tama kita akan membahas seperti apa wujud Tuhan? Dan kenapa Ia tidak tampak? Ia dimana? Dan apa Hubungannya dengan alam materi ini?.

Dalam pembuktian Kewujudan Tuhan mungkin kita kesulitan untuk mencari bukti atas diri Nya sendiri. Artinya tidak seperti wujud bulpoin yang Ia dapat diketahui wujudnya oleh entitas Bulpoin itu sendiri. Anda dapat melihat bulpoin secara langsung sehingga anda dapat meyakini bahwa bulpoin itu berwujud demikian, lantas bagaimana dengan Tuhan?. Dalam Kitab Tijanud dharari dikatakan bahwa kewujudan Tuhan dibuktikan dengan wujudnya semesta ini. Seperti diketahui bahwa segala sesuatu di kosmos ini adalah sesuatu yang Hudust atau baru. Baru berarti Ia berasal dari ketiadaan kemudian menjadi ada (Creato ex Nihilo). Ada banyak sekali teori tentang proses pengadaan semesta salah satu diantara yang paling popular saat ini adalah teori ledakan besar. Meskipun penyebabnya hingga saat ini yang terbukti adalah ledakan besar, tapi penyebab dari ledakan itu harus ada, dan penyebab dari penyebab ledakan besar itu harus ada serta akan terus seperti itu sampai pada titik Ashoni’ atau pencipta. Bisa saja anda menyatakan itu sebagai logika mata ranta yang terus tertali dari sebab sebab sebelumnya tapi sepanjang apapun mata rantai Ia perlu dicantolkan pada sesuatu agar mata rantai tadi tetap memiliki ujung penyandaran (Magnis Suseno, 2010).  Maka secara hukum kausalitas terbukti segala sesuatu yang ada dari tiada musti ada yang mengadakan. Pencipta sesuatu yang ada dan fana haruslah tidak terikat atau tidak terdampak pada factor factor kefana-an sehingga Pencipta dapat dikatakan sebagai sebab utama atau Kausa Prima. Apa saja factor kefanaan yang tidak boleh terikat pada kausa prima?. Al Kindi dalam Kitabnya yang berjudul Fi al-Falsafah alŪlā menyatakan bahwa hal hal yang mengikat kefanaan adalah waktu dan ruang. Dengan keterikatannya sesuatu pada dua hal ini maka hal itu membuktikan ketidak kekalannya. Waktu akan mempengaruhi perubahan, sesuatu yang berubah bukanlah realitas mutlak. Karena jika sesuatu yang terikat oleh ruang dan waktu maka dia terkondisikan oleh waktu, Ia tidak mungkin ada sebelum waktu dan ruang ada, karena ruang dan waktu adalah wadah bagi munculnya sesuatu di alam raya (fanz Magnis suseno. 2010). Sedangkan menilik penjelasan Al Kindi bahwa waktu sendiri tidaklah Qadim. Ia tetap memiliki permulaan dan Ia tidak kekal, karena jika waktu itu kekal dan mutlak maka Ia tidak melintas dan berubah. Dalam sains Modern itu terbukti jelas bila waktu memang memiliki permulaan yang menurut Stephen Hawk (Grand Design, 2011) waktu ada sejak dimulainya ledakan besar. Dari sini jelas waktu dan apa yang mewujud di dalam lintasannya adalah realitas temporer, dan setiap realitas temporer membutuhkan realitas mutlak.

Setelah kita mulai meraba raba kewujudan Tuhan dengan mengemukakan beberapa bukti atau dalil dalil rasio berupa penciptaan alam semesta sejatinya kita masih belum bisa memastikan apakah kewujudan kosmos itu merupakan penciptaan yang terarah atau hanya sebuah kebetulan?. Untuk menjawabnya secara singkat dan lugas saya akan mengemukakan rangkuman analisis yang akan menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan apakah fenomena kewujudan kosmos ini benar benar hasil dari proses penciptaan ataukah semata kebetulan. Saya akan membagi analisis menjadi dua pokok pembahasan yang pertama pengujian makroskopis dan yang selanjutnya adalah pengujian kewujudan mikroskopis.

Dalam sekala Makroskopis kita akan memulai dari alam semesta sendiri. Berdasarkan Teori yang paling terkemuka saat ini alam semesta tercipta pada 14 milliar Tahun lalu disebabkan ledakan besar atau Big Bang. Menurut para ahli alam semesta ini tercipta secara Fine Tuned atau tertata persis secara fisikalis sesuai dengan kebutuhan untuk tumbuhnya mahluk hidup. Padahal apabila tatanan semesta setelah ledakan besar sedikit saja berbeda Ia akan sama sekali berbeda dengan bentuk layak huni terlebih menurut Magnis Suseno (2010) terdapat milliaran propabilitas desain model alam semesta tetapi alam semesta ini tumbuh dan memilih 1 kemungkinan daro milliaran kemungkinan lain yang tidak mendukung terciptanya kehidupan.

Kedua analisis dalam sekala Mikroskopis. Kita mulai dengan pembahasan sesuatu yang Menyusun tubuh kita yakni DNA (Deoxyribonucleic Acid) ini tersusun sedemikian rupa sehingga menjadi embri bagi terbentuknya tubuh kita dengan segala organ organnya yang sesuai dengan kebutuhan hidup. Menurut Lehay (1997) ada sekitar 10 pangkat 48 kemungkinan tersusunnya DNA manusia tapi hanya 20 kemungkinan yang mampu mewujudkan kehidupan. Tapi ajaibnya DNA kita lagi lagi memilih salah satu dari 20 kemungkinan itu ketimbang 10 pangkat 48 kemungkinan lainnya. Jika anda masih merasa pemaparan pemaparan diatas adalah sebuah kebetulan mari kita akhiri analisis mikroskopik dan makroskopik ini dengan pemaparan penciptaan menurut John Leslie (1998) terwujudnya manusia di alam semesta ini adalah proses terpilihnya 1 kemungkinan dari 105131680 kemungkinan lainnya. Artinya alam mampu memilih secara tepat hanya satu kemungkinan dari kuadraliun kemungkinan lainnya sehingga manusia bisa hidup di alam semesta ini. Ketimbang mengatakan itu sebuah kebetulan yang nyaris menjadi sebuah keajaiban akan lebih masuk akal dan sesuai nalar bila kita menyebutnya diciptakan. Tuhan menciptakan factor factor yang mendukung terpilihnya kemungkinan yang luar biasa kecil itu melalui hukum hukum alam penciptaan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rusyd dalam Kitabnya Fashul Maqal. Pada kesimpulannya kita akan sangat sulit mengatakan bila apa yang terjadi di alam semesta ini tanpa kewujudan dari Pencipta. Seperti dalam banyak literatur klasik Islam kewujudan alam raya ini cukup untuk menjadi dalil Kewujudan Allah. masih banyak sekali argumen rasio tentang Ke Tuhanan yang nantinya akan dibahas pada jilid jilid selanjutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah Kita bertahan Hidup tanbpa pekerjaan di masa depan?

Moneytheisme Bagian 1 (Lahirnya agama mayoritas)