Perpu Corona dan Kontroversinya di tengah tengah karantina
Oleh : Tombo Ati.
2020 seakan menjadi tahun paceklik dunia, dimana banyak kejadian berkabung yang terjadi di tahun ini. Mulai dari Hutan Australia yang terbakar diawal tahun, Pandemi Covid 19 hingga Rancangan undang undang yang penuh kontroversi Omnibuslaw atau Undang Undang cipta Kerja. Kejadian itu beruntun tapi kemudian mengerucut menjadi satu kasus besar yakni Pandemi Virus Covid 19 setelah diumumkan oleh WHO ((World Health Organization) sebagai Bahaya virus global atau Pandemi pada 12 Maret 2020. Pandemi sendiri memiliki arti berbeda dari endemic atau epidemic. Menurut Epidiomolpogi endemic adalah penyebaran sebuah wabah virus yang menyebar pada kawasan wilayah atau Negara, sedang Epidemi adalah istilah yang digunakan untuk melabeli penyebaran wabah yang menjangkit antar Negara dalam lingkup yang kecil seperti SARS dan malaria, yang terakhir yakni Pandemi, yaitu penyebaran penyakit bersekala global.
Dengan mengetahui sekala jangkauan dan penyebaran Covid 19 yang begitu cepat barang tentu menjadi dampak ekonomi yang tak kecil, dimana awalnya menurut Chuan Yulu (2016: 18) China mengalami kenaikan ekonomi yang sangat cepat disbanding Negara Negara lain, dimana china hanya membutuhkan waktu 8,5 tahun untuk mencapai tahap pendewasaan ekonomi setelah terbentuknya Bank Rakyat China, kemudian harus menghadapi kebijakan Lock down yang melumpuhkan aktifitas perdagangan dan Industri bersekala besar di China. Dilansir dari China Morning post, Zhu Min menyatakan bakal menciptakan kerugian Industri hingga 900 yuan atau 128 milliar dolar AS, sedang untuk belanja konsumen makanan dan minuman anjlok hingga 59,7 Miliar. Hal ini membuktikan daya beli masyarakat di china mengalami anjlok hingga dua poin di kuartal 1 tahun 2020. Selain china banyak Negara yang juga mengalami depresi besar dan krisis ekonomi diantaranya ada Negara Negara Opec yang mengalami penurunan harga minyak hingga 15%, bahkan menurut Penasihat Ekonomi IMF Gita Gopinath yang dilansir CNN Indonesia, Dunia akan mengalami resesi terburuk sejak Depresi besar 1930 an dimana pemulihan secara parsial akan benar benar terjadi pada tahun 2021.
Banyak kebijakan dari Negara Negara di dunia dalam rangka mengatasi
problematika Corona. Dimulai dari Negara Tetangga yakni Austraolia. Negara Kanguru ini melakukan kebijakan medis dan social serta ekonomi yang mereka sebut sebagai “Hibernasi”. Dalam kurun waktu dua bulan ini Australia menidur panjangkan segala kegiatan social hingga ekonominya. Tapi dalam rangkia mempertahankan ekonomi kelak setelah pulih, dalam lansiran CNN Australi memberikan 750 Dollar Australi untuk 6 juta buruh. Di jepang melakukan paket ekonomi dengan mengeluarkan dana sebesar 90 milliar Yuan. Di Amerika mengucurkan 40 triliun Dollar amerika dan memangkas produksi guna penstabilan harga pasar.
Lalu bagaimana Indonesia?
Sejak kemunculan kasus covid 19 pada 2 maret 2020 lalu dengan jumlah 2 korban hingga kini mencapai hamper 6000 an dengan korban jiwa yang mencapai 700 korban jiwa. Indonesia terbilang telat tanggap dengan kebijakan yang mulanya terlalu mengentengkan hanya dengan pendidikan daring Hashtag dan kampanye media social bahaya corona. Perlahan tapi pasti corona melumpuhkan kegiatan ekonomi di Indonesia, seperti disebutkan Sri Mulyani bahwa depresi ekonomi yang dialami Indonesia ini merupakan resesi besar dengan dampak yang menyamai resesi ekonomi Tahun 1998. Meski ada beberapa hal yang berbeda bila mengutip buku Kwik Kian Gie (2007) yang menukil teori Crugman tentang depresi ekonomi dimana 1998 condong pada Over Invesment yang pada buku lain Abdul Aziz (2017) cukong cukong mengambil Investasi dan berbondong bonding berpindah saham ke Negara lain.
Selain itu kebijaikan Indonesia dalam menghadapi ini selain dibidang kesehatan dan social, dalam ekonomi melalui Perpu nomor 1 tahun 2020 mengucurkan dana APBN sebesar 405 Trilliun untuk penanggulangan dan penyelesaian kasus Covid 19. Adapun rincian dananya 75 Trilliun untuk Bidang kesehatan, 110n Trilliun untuk Jaringan kesehatan, 70,1 Trilliun untuk stimulus kredit usaha rakyat dan 150 Trilliun untuk program pemuliham ekonomi. Ini berdampak pada Penundaan kredit dan memperkecil bunga untuk industry kecil dan usaha usaha rakyat seperti nelayan dan ojek. Dalam kaca mata teori pembangunan ekonomi yang dikemukakan oleh Sudono Sukirno (2012) dalam peningkatan atau penstabilan ekonomi Negara berkembang adalah dengan Menurunkan suku bunga oleh Bank sentral sehingga suku bunga cadangan dapat berdampak pada lunaknya kebijakan Bank suwsta.
Meski demikian, dalam berjalannya Perpu ini9 mendapat banyak sekali kritikan dan bahkan gugatann dilakukan atas Perpu ini. Dalam Koran Harian Tempo menyebutkan salah satu pihak yang keras akan ketidak setujuannya atas Perpu ini adalah PKS. Menurut Shohibul Perpu ini akan menjadi suntikan mati bagi demokrasi Indonesia dan akan menjadi Check kosong bagi tindak korupsi, serta menurutnya akn emngulang kembali Kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang dalam ranah Hukum juga bertabrakan dengan undang undang lain macam UU MD3, UU perpajakan, UU OJK dan lain lain. Tak hanya sohibul, gerakan oposisi lain yang lebih ekstrim dilakukan oleh Amin rais CS. Gugatan ini terkait perubahan anggaran oleh eksekutif dan tentang pasal 27 yang menurutnya berkemungkinan memberi kekebalan hokum pada pemerintah pusat. Meski hingga kini keputusan MK adalah untuk memberikan penilaianj uji kelayakan pencabutan Perpu. Selain itu masih banyak lagi gugatan dari Maki, LP3HI dan PEKA.
Pihak Pemerintah Juga bukan tanpa perlawanan, melalui stafsus menkeu Prastowo yang dilansir oleh Tempo.com, Ia menyatakan bahwa keadaan gentimng ini terlihat dari merosotnya rupiah, menurunnya nilai komoditas, ISHG yang tertekan dan turunnya pendapatan Negara. Sementara itu di tingkat kota untuk melakukan penganggaran dalam rangka menanggulangi hal ini terjegal UU keuangan Negara dan UU APBN dimana deficit APBN yang mencapai 3 persen. Sesuai Undang Undang diatas maka jalur penambahan Anggaran APBN akan berliku saat deficit lebihb dari 3% APBD, maka dibutuhkan Perpu untuk memangkas jalur tersebut. Begitu kedua belah pihak saling menguatkan meski benar dalam azas hokum dikenal dengan fries ermeisesn dimana eksekutif boleh mencetuskan peraturan apabila keadaan genting, dan memang keadaan genting ini adalah hak subjektif Presiden untuk pengukurannya.
Komentar
Posting Komentar